Betantt.com, Kefamenanu – Sonaf Tamkesi. Keindahan Desa Adat di atas Puncak Pah Biboki di Kabupaten Timor Tengah Utara. Tamkesi yang berjarak sekitar 60 km dari Kefamenanu, ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Kampung ini secara administratif masuk ke dalam wilayah desa Tautpah. Kita akan melewati jalan Lintas Timor yang akan menghubungkan Kefamenanu ke Atambua (ibukota Kabupaten Belu).

Pada persimpangan Nunbai, kita akan berbelok ke kiri, dan masih menempuh sekitar 20 km lagi. Kita akan melewati perkampungan, termasuk perkampungan yang dibangun oleh para pengungsi dari Timor Leste, areal pertanian, hutan-hutan, dan naik-turun perbukitan. Jalan di sini sudah beraspal, walau pada beberapa bagian sudah banyak yang rusak, dan selanjutnya, akan melewati jalan tanah. Jalan yang akan mudah dilalui bila cuaca cerah. Bila hujan, maka tampaknya tidak akan mungkin mencapai Tamkesi dengan mudah bila tetap nekat mengunjunginya.

Kendaraan roda empat tampaknya akan lebih sulit untuk bisa mencapai bawah bukit Tamkesi. Seorang kawan yang pernah berkunjung ke sana sebelumnya, harus turun dari mobil dan berganti ojek agar bisa mencapai Takemsi. Walau medan sulit, tapi bila berkesempatan ke sana, kita akan menyaksikan pemandangan yang sangat indah.

Tamkesi dulunya merupakan pusat kerajaan Kerajaan (Sonaf) Biboki. Sebelum di Tamkesi, Sonaf Biboki berpusat di Desa Oepuah (daerah Wini) yang bernama “Kolan Ha Siun Ha”. Sudah enam orang raja yang menempati Sonaf Tamkesi. Dua raja yang terakhir sudah tidak menempati Sonaf Tamkesi. Hal ini terjadi setelah kemerdekaan Indonesia dan sistem Pemerintahan Swapraja diganti dengan sistem pemerintahan yang baru. Namun hingga saat ini masih sering dilangsungkan upacara-upacara adat di tempat ini.
Simbol dualisme kosmis yang dimanifestasikan dalam hubungan klasifikasi barat timur. Gunung di unsur Timur mewakili bagian lelaki, sebagai bayang-bayang pria dan sebagai pengawal kerajaan. Di unsur barat ada mata air Oe Puah, dua-duanya membentuk pah nitu (tanah air) sebagai lokasi asal mula.

Dalam buku Menjelajahi Pusat-Pusat Peradaban di Bumi Cendana yang ditulis oleh Munadjar Widiyatmika dan Prima D. Nirmalasari menuliskan, Raja yang sakral membangun istananya di bagian barat guna statusnya sebagai bagian perempuan yang pasif. Ia tidak pernah meninggalkan pusat kedudukannya dan bergelar Atupas. Di istananya ada mata air sebagai simbol bumi, pun dibangun Neno Biboki (surga Biboki) sebagai lokasi tinggal upacara dan lokasi menyimpan benda-benda upacara.
Di depan istana ada altar sebagai pusat persembahan. Mata air sebagai simbol perempuan dan bumi dilengkapi oleh pria dengan bangunan suci menggambarkan surga lelaki. Di bagian timur di bawah kaki Tapenpah tinggal pria yang memegang dominasi seluruh kerajaan. Sebagai representasi pria yang aktif di sisi pusat. Ia yang pergi menjelajah keluar (mone) dan ia yang bertugas menjaga tanah air serta memimpin penyerangan.

Pada unsur ini yaitu sonaf induk yang dinamakan Neno Biboki (surga Biboki) adalahbangunan sangat sakral dan menjadi sumber kekuataan penguasa. Bangunan ini terletak pada bagian sangat tinggi yang terdapat pada unsur barat. Sedangkan sonaf-sonaf beda antara beda : Sonaf Namnu, Sonaf Unu, Sonaf Nana (ditengah), Sonaf Uskenat dan Sonaf Sul Nuaf (paling bawah).
Baca juga:
- Eksplorasi Desa Moni Ende di Bawah Kaki Gunung Kelimutu
- Eksplorasi Labuan Bajo, Surganya Pariwisata NTT
- Eksplorasi Pulau Kanawa di Komodo, Eksotis dan Memikat
- Eksplorasi Pulau Ndana Rote, Wilayah Terdepan di Selatan Indonesia
- Eksplorasi Wisata Taman Nasional Matalawa di Sumba
Di dekat sonaf agak ke bawah ada tiang pemujaan yang dinamakan tola naek atau mau monef dengan tiga cabang dan batu plat sebagai lokasi sesaji. Tidak jauh dari hau monef ada batu datar agak lebar yang adalah tempat pengorbanan.

Kompleks sonaf Tamkesi mempunyai dua buah pintu gerbang yaitu pintu gerbang matahari naik (Fai San Nionu) dan pintu gerbang matahari tenggelam (Bel Sinkone). Ada pun empat sumber mata air, dua diantaranya dirasakan paling suci yaitu Haonini dan Kuluan. Sedangkan batu keramat Tapenpah, Tamkesi, Oepuah, Pau Mes, Petu van Ben, van Keu dan Son Mahole.

Komples Tamkesi dari bawah bukit hingga ke atas sebagai bangunan berunduk terdiri dari tujuh tingkatan. Ketujuh tingkatan tersebut ialah :
1. Tangga lopo Ksalna sebagai tempat Tasanut Kap Naijuf
2. Sonaf Muni Naijufkole
3. Sonaf Nai Ha-Mone Ha (unsur pemerintah eksekutif)
4. Sonaf Ana Leu, Neno Biboki-Funan Biboki In maen’na
5. Sonaf Uskenat (juru bicara raja)
6. Lopo Tainlasi-Lopo Taitoni (tempat musyawarah)
7. Pupna (puncak) disini ada tujuh bangunan
Tujuh bangunan tersebut yakni
- Paon Leu
- Neno Biboki
- Lopo Hau
- Lopo Tasu Nai Bukae
- Soan Bes’se
- Soan Unu
- Fatu Sonbai (tugu peringatan) Neno Biboki-Funan Biboki dengan Sonbai
Di atas buki Tapepah ada Ustetu. Ada batu pengadilan berbentuk jantung sebagai lokasi eksekusi.

Tamkesi saat ini telah menjadi tempat wisata budaya. Pada lazimnya wisatawan mendatangi tempat tersebut hendak melihat kebiasaan asli suku Dawan yang sampai saat ini masih terjaga dengan baik.
Namun tantangan yang dihadapi oleh semua wisatawan ke kampung itu ialah kondisi jalan yang belum terlampau baik. Padahal kemudahan jalan ini bakal sangat menyokong mobilitas wisatawan ke lokasi tersebut.

Di samping Tamkesi, destinasi wisata ke distrik TTU lainnya ialah Goa Suti, Kote Noemuti, Rumah Adat Maslete, Gua Bitauni, Pelabuhan Mena dan Tanjung Bastian serta sejumlah tempat lainnya yang mempunyai nilai-nilai historis peradaban insan pada masa lalu.
Anak tangga berjumlah tujuh juga dianggap merupakan simbol tujuh rahmat Tuhan yang harus dilestarikan karena merupakan sumber hidup masyarakat. Ketujuh rahmat dimaksud merupakan bahan makanan pokok masyarakat berupa padi/jagung, sayuran, buah-buahan, ubi, tanaman obatan, dan tanaman untuk pakaian. Terakhir adalah hewan piaraan, seperti kerbau, sapi, ayam, dan babi.
Rumah-rumah yang ada di kampung ini seluruhnya masih dalam bentuk rumah tradisional Timor yang berbentuk bulat, dengan atap ilalang yang menjuntai hingga hampir menyentuh lantai. Sebelum berkunjung ke Tamkesi, aku sempat melihat rumah-rumah semacam ini di beberapa desa.

Ada 14 KK yang menghuni kampung ini. Anak-anak mereka, sebagian tinggal di kampung yang terletak di lereng bukit (sekitar 1 km) dari Tamkesi, yang dibangun oleh Dinas Sosial. Keunikan-keunikan kampung tua Tamkesi ini konon sudah terkenal di seluruh dunia.
Keunikan yang paling utama di perkampungan itu yang di bangun di puncak bukit melalui susunan batu bertangga tujuh.padajaman dulukala tempat ini dijadikan sebagai benteng pertahanan.Dengan perkembangannya jaman maka benteng pertahanan tersebut dijadikan sebuah tempat pariwisata karna dengan keunikan susunan batunya.